Selasa, 15 Maret 2011

Childish... will always with Maturity


March, 16 2011
03:09am
In the early morning without sleepy

Menulis…..
Dengan semangat Rez bilang bahwa Rez menyenangi menulis. Tapi begitu sulitnya memulai menyusun kata dan merangkainya menjadi kalimat hingga terbingkislah satu tulisan yang tentu bukan sekedar tulisan polos tak bermakna. Tapi entah dengan alasan apa, hanya saja niat hati hari ini ingin menuliskan sesuatu barang sebentar sembari menunggu kantuk.

Beberapa waktu yang lalu, tak bisa dengan tepat Rez sebutkan kapan itu karena sungguh Rez tak terampil dalam mengingat sesuatu termasuk waktu. Rez mencoba meminta pendapat beberapa orang yang dirasa hati ini nyaman untuk menanyakannya pada mereka yang menggiring Rez pada  banyak cerita di setiap harinya. Entah cerita ceria, suka, riang, bahkan lirih hingga duka. Cerita mengundang lengkungan manis di raut wajah ataupun ekspresi murung.

Baiklah, kembali pada hal yang telah Rez tanyakan pada mereka tentang bagaimana Rez di mata mereka. Tentang karakter ataukah kepribadian yang mereka lihat pada sosok Rerezz yang tentu jauh dari kesempurnaan dan sungguh tidak lepas dari salah ataukah sekedar khilaf saat berucap hingga bersikap. Dan tentu saja pertanyaan semacam itu bukan maksud untuk mengharap puji atau sekedar iseng. Tetapi sungguh hal yang Rez rasa penting diketahui karena ketika mulai ingin mengoreksi diri sendiri, maka dengan jelas diri sendiri akan banyak menyangkal dan mulai meyisipkan pembenaran atas kekurangan. Karena itulah pentingnya pendapat mereka yang Rez minta seobjektif mungkin. Meski sesuatu yang objektif selalu memiliki sisi yang berkonsekuensi, kata salah seorang teman. Tidak masalah, tidak perlu memperhatikan sisi sensitive ini saat ingin sesuatu yang lebih baik dalam menghidupi sebuah kehidupan, toh itulah yang Rez cari. Dan meski ada yang bilang jadilah diri sendiri tanpa perduli apa yang dikatakan orang lain,hmmmmm…. Rez sangat setuju akan kalimat yang penuh kesan itu. Dan tentu saja memang sungguh akan istimewa menjadi kita yg “sebagaimana adanya”. Hanya saja,  kita juga hidup berdasarkan kata “seharusnya’ bukan?? Tentu akan adanya kesesuaian dengan orang lain.

Beberapa dari mereka memilki pemikiran yang sama tentang Rez. Sepertinya mereka memperhatikan betul bagaimana Rez melontarkan sebuah ucapan dan membuat tingkah(terima kasih untuk hal itu). Dan…. Menyimak apa yang mereka kirimkan lewat pesan tentang pemikiran mereka tentang Rez sejauh yang mereka lihat sungguh memunculkan banyak hal untuk dipikirkan,heeeee….. Bagaimana tidak, mereka mengingatkan rez pada salah satu materi yang disampaikan salah satu dosen di kampus baru-baru ini tentang pengajaran pada level ‘children’.

Dari mata kuliah yang menambah perbendaharaan ilmu tentang karakter dari “children” itu  yang bisa Rez simak, “children” memiliki karakter “apa-adanya”. Maksudnya tentu mereka akan menerima sesuatu secara apa adanya tanpa bisa memilah-milih sesuatu yang bagaimana seharusnya. Begitu juga ketika harus mengeluarkan sesuatu (ucapan) yamg tanpa memikirkan begaimana seharusnya.

Begitu kah salah satu perangai yang mereka lihat dari sosok Rez?

Selain itu, salah satu dari mereka mengungkap akan betapa lambannya Rez dalam melakukan sesuatu atau banyak hal. Hmmmm… lagi-lagi Rez jadi terpikir materi yang disampaikan sama dosen. Bahwa “children” lah yang terbiasa melakukan sesuatu tanpa berpikir waktu dan melakukannya dengan waktu yang semaunya mereka.

Begitu kah salah satu perangai yang mereka lihat dari sosok Rez?

Di opini yang berbeda, salah satu dari mereka menyebutkan betapa perfeksionisnya Rez. Memikirkan kata “perfeksionis” sepertimya Rez mulai terpikir hal yang berbeda dari kata sebelumnya (chidren). Sejauh yang Rez tahu perfeksionis dimaksudkan untuk sesuatu yang sangat penuh persiapan, agar memunculkan sesuatu yang lebih dari sekedar cukup, bahkan yang terbaik. Belajar dari materi yang sama tentang karakter children, jalan pikiran children justru belum sampai pada titik itu. “Adult” lah yang memiliki pola pemikiran akan hal yang terkait dengan sebuah kesempurnaan.

Begitu kah salah satu perangai yang mereka lihat dari sosok Rez?

Yang jelas, yang sungguh bisa tersimpulkan dalam benak ini adalah benar adanya sifat kekanak-kanakan masih begitu terasa. Dan yang sungguh tidak bisa terelakkan, kedewasaanpun hadir menyisip diantara sifat-sifat itu. Begitulah betapa tidak absolutnya penilaian karakter serta kepribadian. Karena ternyata pada setiap pribadi tertanam dua sisi itu, kekanak-kanakan serta dewasa. Seseorang tidak bisa dinilai kekanak-kanakan saja ataupun hanya dewasa saja. Karena keduanya akan pasti muncul dari dalam diri setiap orang dalam situasi, kondisi, waktu, dan tempat yang berbeda ataukah sama. Pasti………

Meski masih banyak pendapat yang mereka sebutkan berkaitan dengan karakter serta kepribadian Rez, tapi sebagian karakter itu saja yang kali ini bisa dibingkis dalam catatan ini. Berharap ada kata yang lebih baik yang bisa dirangkai hingga tertuang menjadi sebuah tulisan :))

Rabu, 09 Maret 2011

love u,writing...


March 8 2011
21:34 pm
In my beloved simple room

Beberapa hari yang lalu baru saja mengikuti seminar kepenulisan pada salah satu fakultas di kampus saya. Tentu saja bukan tanpa alasan mengikuti kegiatan itu, apalagi sekedar iseng atau mejeng di tempat seminar, bukan juga dengan tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba rajin mengikutinya. Saya selalu enggan memikirkan betapa malasnya saya, karena saya tau betul bahwa saya adalah apa yang saya pikirkan. Jadi saya ingin menjadi pribadi yang baik-baik saja yang senantiasa diiringi dengan pikiran yang juga baik. Selain itu, toh masih ada sisi rajin dari pribadi yang sederhana ini, heheeeeeee J

Yaaa….. alasan saya tentu didasari atas rasa yang membuat orang yang merasakannya akan tersenyum kecil sendiri, senyum merekah, serta berbunga-bunga. Perasaan itu saya sebut ‘cinta’. Hmmmmph…. Jangan coba tebak saya jatuh cinta pada sesosok pembicara seminar itu, heee meski diakui sebagai pembicara beliau bisa membuat peserta sama sekali tidak merasakan kantuk yang biasanya sudah mampir aja di matanya peserta seminar pada umumnya. Tapi…… perasaan ‘cinta’ ini saya tujukan pada rangkaian huruf yang menjelma menjadi kalimat-kalimat penuh makna ataukah sekedar tulisan polos yang tak bermaksud apa-apa. Sebenarnya saya memendam perasaan cinta ini begitu lamanya, sejak masih begitu mungil, heeee meski sekarang pun saya masih merasa begitu mungil. Tidak masalah lah, hitung-hitung awet muda, meski tidak selamanya kita muda bukan? Karena setiap orang tak terkecuali saya akan mengalami fase tua dalam fisik ataukah kepribadian. Lanjuuuut pada masa awal jatuh cinta saya yang sejak masih dengan polosnya berceloteh di hadapan orang lain dan saat masih menjadi sosok yang begitu riangnya menceritakan diri sendiri seolah ingin meminta perhatian yang sepenuhnya diinginkan untuk diri sendiri.

Kala itu… masih ingat di benak saya sesosok pria dengan kerutan kasar disekitar mata, rambut yang tak lagi mudah dirapikan, meski masih begitu tegapnya berdiri mendampingi, dan masih menyisakan wibawa yang jelas terlihat. Beliau…. salah satu pengajar saya saat masih di Sekolah Dasar. Beliau mengantarkan saya pada perasaan jatuh cinta akan menulis. Bapak itu…. Beliaulah yang pada awalnya memberikan tugas menulis yang semasa itu masih disebut mengarang bebas pada semua anak di kelas saya, tak terkecuali saya. Entah dengan semangat positive yang seperti apa, hanya saja jelas sekali terasa saat itu rasanya pikiran saya sudah terpusat pada suatu judul sinetron yang biasa ditonton mama yang senantiasa mengasihi saya, sinetron yang baru bisa beliau lirik saat malam hari setelah beliau benar-benar mendampingi saya belajar sepanjang hari. Memang kurang pantas anak seumur saya saat itu membuat karangan cerita orang dewasa. Hanya saja tentu saya tidak memiliki perbendaharaan kata tentang hal-hal yang mengacu kepada hal-hal yang terlalu jauh dari pikiran anak kecil. Hanya judul dan garis besar dari sinetron yang adanya perkenalan setiap tokohnya, diikuti konflik setiap tokoh, serta akhir dari sinetron yang berakhir bahagia. Dan tentu dengan gaya bahasa anak kecil yang meski jalan pikirannya masih kurang ketika harus menarik kesimpulan pada bagian-bagian yang tidak mendidik, namun mama kan selalu mendampingi di setiap tontonan. Jadi beliau selalu mencoba memberikan  arahan tentang bagian negative ataukah positive dari program TV yang saya tonton. Hingga pada akhirnya toh saya bisa membedakan apa bagian ataukah karakter yang baik dan yang tidak. Maka semua hal itu mengalirlah seperti air saat mengarang bebas. Dan juga entah dengan keinginan yang seperti apa, pikiran saya yang polos saat itu seakan tidak ingin berhenti barang sedetik. Tidak hanya pikiran, tapi begitu jelas setiap jemari saya maunya terus melanjutkan menuangkan setiap kata dalam pikir menjadi satu bingkis karangan.

Hmppph…… finally….. bisa juga saya saat itu menyerahkan hasil karangan dengan puasnya kepada pengajar yang juga begitu mengasihi saya. Hingga di akhir kelas, sebelum beranjak pulang sejenak beliau mulai berbincang dengan mama sambil terus berbincang mereka saling tertawa. Yaaaaa begtulah yang saya lihat dari dalam kelas. Hmmmmm…….. bukan hal negative yang terjadi pada mereka berdua, hanya saja sepertinya pada saya. Kekekekeke…. Ternyata tidak juga pada saya, karena ternyata beliau dengan gelinya menyampaikan pada mama bahwa anaknya ini mendapatkan nilai tertinggi pada tugas mengarang bebas.

“Bagaimana tidak yang tertinggi bu, ceritanya panjang dan sungguh cerita khayalan yang belum terpikirkan oleh teman-temannya yang lain untuk menceritakannya dalam sebuah karangan. Walaupun memang yang ia ceritakan bertokohkan orang-orang dewasa yang bukanlah tentang kartun seperti yang mereka biasa tahu”.

Kekekekek… mendengar hal itu dan sekaligus sesaat setelah melihat judul dari karangan saya, hingga keseluruhan karangan eh mama malah semakin tertawa dengan gelinya. Hmmmm…. Mama tahu betul sinetron mana yang saya coba ceritakan dalam karangan itu. Kekekekekek…… Memang luar biasa juga sinetron yang berakhir dengan pernikahan itu, heeee saya waktu itu jadi tahu dan bisa menentukan bahwa ada perasaan suci, tulus, dan yang membahagiakan di akhir, dengan sebuah ikatan yang disebut pernikahan. Hmmmmm ikatan itu begitu sacral kalau saya pikir sekarang,heeeee :D

Begitulah awalnya perasaan cinta ini tertanam dalam benak saya. Saya harap tidak hanya sebatas benak, tapi juga hati. Jadi ketika tebersit niat menuliskan sesuatu, maka sang hati dapat lebih berperan dan memberikan manfaat bagi yag membaca. Amin :)